Selamat Datang LT4, MTSN REJOSARI. KAB MADIUN  »   "ان المعلم و لبطيب كلا هما* لا ينصحان اذهما لم يكر مان" Sesungguhnya guru dan dokter tidak akan berguna nasehatnya bila tidak dihormatiSalam Pramuka, Mari Kita Berusaha menjadi manusia yang takwa... Tetap semangat Beruntunglah Orang Yang tidak Selalu lupa Salam Takzim

Minggu, 11 Juli 2010

Perbaikan Lingkungan Hidup




Lho, masalah lingkungan kan sudah jadi tanggung jawab pemerintah. Kita kan sudah bayar pajak, retribusi dan macam-macam pungutan. Masa kita lagi yang harus melakukan perbaikan kondisi lingkungan. Sudah gitu kan sekarang pemerintah sudah dapat dana milyaran rupiah tuh, tapi sampai sekarang mana ada usaha pemerintah untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sini.

Demikian sekilas perbincangan beberapa orang ketika berbicara tentang kondisi lingkungan hidup yang ada di sekitarnya.
Berbeda ketika suatu kondisi pertemuan yang dihadiri oleh para staf pemerintahan, diluar rapat formal pemerintahan, namun juga membicarakan tentang sebuah upaya memperbaiki kondisi lingkungan hidup. Kita ini susah juga. Kita hanya bawahan, nggak bisa berbuat banyak. Semuanya tergantung yang diatas (baca: atasan). Kita sudah usulkan program untuk itu. Selain itu, kita juga sudah usulkan agar program dilaksanakan berdasarkan keinginan masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat. Tapi susahlah, usulan kita nggak pernah diperhatikan.

Dan di satu semiloka yang diadakan oleh Organisasi Non Pemerintah (Ornop) di satu daerah di Kalimantan Timur, di saat memberikan kata sambutan, sang pimpinan daerah dengan tegas menyatakan, Kota kita ini sudah memprogramkan kegiatan untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang melibatkan partisipasi masyarakat. Melibatkan masyarakat dalam program pembangunan kan sudah jadi kewajiban bagi pemerintah. Ini sesuai dengan visi dan misi daerah kita, bahwa daerah kita ingin menjadi daerah yang berwawasan lingkungan dan melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh.

Di atas adalah tiga bagian yang bila dilihat adalah sangat kontradiktif dan saling memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi dimana masyarakat merasa sudah menyerahkan tanggung jawab perbaikan kondisi lingkungan hidup pada pemerintah dikarenakan masyarakat telah merasa menginvestasikan uangnya bagi pemerintah melalui pajak, retribusi dan berbagai pungutan yang telah menguras sebagian kekayaan mereka. Sementara disisi staf pemerintah menyatakan sudah berupaya membuat program, namun terkendala dari sisi persetujuan program oleh atasan mereka. Dan disisi pemegang kebijakan daerah (pimpinan daerah) dengan semangat membara mengatakan bahwa mereka sudah memiliki komitmen yang kuat dalam dua hal, yaitu lingkungan hidup yang baik dan sehat serta partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.

Namun itulah kondisi yang terjadi di beberapa wilayah di Kalimantan Timur ini. Amatlah sangat masuk akal bila ternyata kondisi lingkungan hidup di Kalimantan Timur ternyata tidak semakin membaik dan malah semakin memburuk kondisinya. Masyarakat enggan untuk bertanggung jawab, aparat pemerintahan selalu gagal mempengaruhi pemegang kebijakan, dan sang pemegang kebijakan merasa telah melakukan sesuatu.

Sedikit mengabaikan kondisi di dunia nyata tersebut, mulailah kita melihat pada satu sisi yang sebenarnya paling memungkinkan bila ingin melihat sebuah kondisi perbaikan lingkungan hidup, terutama di wilayah Kalimantan Timur.

Pertama, Kalimantan Timur yang ternyata adalah salah satu propinsi yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dan merupakan ladang pengurasan bagi sumbangan pendapatan negara yang sangat besar di Indonesia. Namun selama ini dari sisi pendapatan yang diperoleh dari sumberdaya alam tidak seimbang dengan imbalan yang diterima oleh alam yang berasal dari pendapatan yang telah menguras habis isi alam tersebut. Taruhlah sebuah hitungan sederhana bahwa Kalimantan Timur sejak sebelum jaman penjajahan telah menjadi penghasil minyak bumi, kemudian diikuti penghasilan dari gas alam, batu bara serta emas dan beraneka ragam barang tambang lainnya, serta Kalimantan Timur telah menjadi lading pengerukan emas hijau (kayu) sejak puluhan tahun yang lalu. Kondisi tersebut ternyata tidaklah dibarengi sebuah upaya menjaga keberadaan sumberdaya alam serta perbaikan terhadap kondisi ekologis kawasan yang telah diobrak-abrik untuk diambil manfaatnya. Lihat saja saat ini begitu banyak danau-danau baru di Kalimantan Timur yang sebelumnya tidak ada di peta, diakibatkan dari pertambangan emas dan batu bara. Juga sudah mulai banyak padang ilalang dan gurun pasir di beberapa kawasan akibat dari diambilnya pohon-pohon yang ada di atasnya. Dan semua itu ternyata berakumulasi pada sebuah penderitaan bagi rakyat yang kemudian telah lama berada di sekitar kawasan namun selalu terbungkam mulutnya, terbutakan matanya dan ditulikan telinganya dari berbagai pengrusakan yang terjadi di sekitar mereka. Sungai Mahakam yang semakin hari semakin dangkal dan keruh, serta memberikan kontribusi banjir besar di setiap tahunnya. Ditambah dengan berjuta bakteri dan racun baru yang mau tidak mau diserap oleh tubuh ceking rakyat di sekitar kawasan eksploitasi akibat tidak ada pilihan untuk sekedar melepas dahaga. Sementara dilain sisi, sumber karbohidrat pun semakin sukar untuk diperoleh diakibatkan semakin menyempitnya lahan pangan rakyat. Sebuah ungkapan sederhana yang terungkap dari birokrat di sektor lingkungan hidup saat ada rapat koordinasi antar mereka, ternyata setiap wilayah di Kalimantan Timur menganggarkan kurang dari 5% dari APBD mereka untuk sektor lingkungan hidup. Ini semakin menunjukkan bahwa sebenarnya komitmen pemerintahan daerah di Kalimantan Timur untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di wilayahnya memang hanya sebuah upaya pembohongan terhadap rakyat.

Kedua, partisipasi masyarakat, pelibatan masyarakat, peran serta masyarakat dalam pembangunan yang selalu berdengung ketika sambutan, pidato atau wawancara para pejabat, ternyata hanyalah sebuah lip stick pemanis bibir dan upaya-upaya penipuan terselubung bagi rakyat. Kata-kata itu tidaklah terimplementasikan dengan baik ketika proses di lapangan sedang terjadi. Satu contoh sederhana adalah ketika Dana Alokasi Khusus-Dana Reboisasi (DAK-DR) Kalimantan Timur yang berjumlah lebih dari 190 milyar rupiah mengucur dan mulai berjalan pelaksanaannya, proses-proses pengikutsertaan masyarakat dalam tahapan perencanaan apalagi pelaksanaan tidaklah berjalan dengan baik. Alasan yang selalu terpakai adalah bahwa sudah ada konsultan dan LSM yang melakukan pengkajian di dalam tahapan proses tersebut. Akhirnya yang terjadi adalah penolakan masyarakat untuk kegiatan program tersebut karena dikhawatirkan malah akan menjadikan pengambil alihan secara paksa lahan masyarakat. Proses partisipasi masyarakat yang terjadi barulah pada sebuah tahapan dasar dari sebuah makna partisipasi, sementara masyarakat juga tetap tidak bisa mengaktualisasikan keinginannya dikarenakan adanya batasan-batasan keras di pemerintahan yang tidak mungkin dilanggar.

Ketiga, dari sekian banyak permasalahan yang terjadi, ternyata yang paling sering terjadi adalah sebuah ketidaksinkronan dan ketidak akuran sektor-sektor pembangunan yang sedang berjalan serta diperparah dengan masih belum padunya kegiatan dalam satu kawasan ekologis. Contoh sederhana bila melihat sebuah dokumen APBD Kota Samarinda Tahun 2002 adalah begitu banyaknya program penanggulangan banjir yang ternyata benar-benar tidak masuk akal dan terlihat tidak adanya sebuah keterkaitan antara satu instansi dengan instansi lainnya. Disana terlihat jelas bahwa ada program relokasi, resettlement, normalisasi, pembuatan kolam pengendali banjir, yang kesemuanya terlihat tumpang tindih dan tidak belajar dari pengalaman masa lalu. Bisa jadi ketika dibangun kembali kolam pengendali banjir di kawasan tersebut malah akan menjadi sumber banjir yang baru, seperti yang terjadi di kolam pengendali banjir di kawasan voorfo.

Keempat, hingga saat ini ternyata kita semua telah terbutakan dari penglihatan terhadap kondisi lingkungan hidup di sekitar kita, kita telah tertulikan dengan ocehan-ocehan dan cemoohan terhadap semakin memburuknya kondisi lingkungan hidup di sekitar kita, serta ternyata kita telah dibungkam sehingga tidak mampu berkata lagi bahwa memang kondisi lingkungan hidup kita semakin memburuk.

Melihat berbagai kenyataan dan kondisi tersebut yang ternyata akan memberikan dampak kurang baik bagi diri kita dan juga bagi mereka yang hidup lebih lama dari kita, maka sudah selayaknyalah untuk lebih egois dan individualis dalam sebuah upaya memperbaiki dan mengajak banyak pihak untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di rumah kita, di sekitar rumah kita dan di lingkungan sekitar kita.

Pemerintah yang jelas-jelas tidak bisa diharapkan lagi dalam upaya memperbaiki lingkungan hidup, sebaiknya dilupakan sejenak. Mulailah melakukan sebuah upaya sederhana dalam memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang tentunya akan memberikan manfaat besar bagi diri kita dan bagi mereka yang hidup setelah kita.

Upaya sederhana yang mungkin dan bisa terlakukan diantaranya adalah:
Memulai sebuah pola hidup ramah lingkungan bagi diri kita dan bagi keluarga kita. Pola hidup ramah lingkungan tersebut diantaranya adalah dengan mengelola limbah rumah tangga menjadi termanfaatkan kembali sehingga tidak membebani pekerja sektor persampahan. Dan yang menarik untuk dilakukan adalah untuk mulai menanam pepohonan (baik pohon buah maupun pohon hutan khas Kalimantan) di lahan pekarangan sehingga kita akan memiliki cadangan udara bersih, cadangan pangan dan cadangan kayu untuk kepentingan generasi kita berikutnya.
Meyakinkan bahwa diri kita tidak melakukan tindakan-tindakan yang berakibat pada perburukan kondisi lingkungan hidup di sekitar kita. Tindakan sederhana yang mungkin dilakukan untuk bagian ini adalah dengan tidak menempatkan sampah di selokan, sungai ataupun tempat-tempat lainnya yang dapat mengganggu kenyamanan bagi orang lain. Ataupun dengan mulai mengurangi sumber polusi dari diri kita, semisal dengan tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus, karena plastik merupakan barang yang sangat sukar terurai. Kemudian juga bisa dilakukan dengan mulai tidak mengeluarkan banyak asap, baik dari diri, kendaraan, maupun dengan melakukan tindakan pembakaran yang dipandang masih dapat menggunakan cara lainnya. Ataupun dengan selalu merasa bersalah bila telah menebang pohon tanpa ijin karena ternyata dengan menebang pohon berarti telah menghilangkan kesempatan orang lain untuk bernapas dengan udara yang bersih.
Mengajak keluarga, tetangga dan masyarakat di sekitar kita dan yang kita jumpai untuk mulai menerapkan apa yang telah kita lakukan serta mengajak untuk memulai memperbaiki lingkungan hidup dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang memperburuk kondisi lingkungan hidup di sekitar kita.

Peran dan posisi pemerintah yang kita lupakan tadi tinggallah memberikan sebuah pembelajaran bagi masyarakat bagaimana supaya masyarakat tahu, paham dan sadar tentang sebuah pola hidup ramah lingkungan, tidak melakukan upaya pemburukan kondisi lingkungan serta mengajak banyak pihak untuk melakukan hal tersebut secara bersama. Sehingga beban yang selama ini tertimpakan ke pemerintah akan diambil alih oleh masyarakat yang tentunya dengan sebuah kondisi bahwa pemerintah mengurangi pungutan-pungutan terhadap aktivitas yang sebenarnya telah dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, sehingga sebenarnya pemerintah tidak lagi memerlukan pungutan tersebut untuk kegiatan dan aktivitasnya.

Metode yang paling memungkinkan dan memudahkan agar pemerintah bisa melakukan upaya-upaya pencapaian masyarakat yang tahu, paham dan sadar tentang pola hidup ramah lingkungan adalah melalui media pendidikan melalui jalur formal, informal maupun non formal, dialog publik, media keagamaan, maupun media informasi publik, yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan dan dikerjakan secara bersama dengan berbagai komponen masyarakat.

Sehingga sebuah harapan ketika tahun ini Hari Lingkungan Hidup diperingati adalah sebuah tonggak janji dalam diri dari berbagai pihak untuk mulai berpikir dan bertindak bagi sebuah upaya perbaikan bagi lingkungan hidup di sekitar kita. Sudah saatnya kita tidak lagi terbutakan, tertulikan dan terbungkamkan terhadap kondisi lingkungan hidup sekitar kita yang semakin hari semakin memburuk kondisinya.

KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP




Berdasarkan faktor penyebabnya, bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam

Berbagai bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Dahsyatnya gelombang tsunami yang memporak-porandakan bumi Serambi Mekah dan Nias, serta gempa 5 skala Ritcher yang meratakan kawasan DIY dan sekitarnya, merupakan contoh fenomena alam yang dalam sekejap mampu merubah bentuk muka bumi.

Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:

a. Letusan gunung berapi

Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi.

Bahaya yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi antara

lain berupa:

1) Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan.

2) Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui.

3) Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui.

4) Gas yang mengandung racun.

5) Material padat (batuan, kerikil, pasir), dapat menimpa perumahan, dan lain-lain.

b. Gempa bumi

Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun manusia sama sekali tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa.

Oleh karena itu, bahaya yang ditimbulkan oleh gempa lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan gunung berapi. Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat langsung maupun tidak langsung, di antaranya:

1) Berbagai bangunan roboh.

2) Tanah di permukaan bumi merekah, jalan menjadi putus.

3) Tanah longsor akibat guncangan.

4) Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul.

5) Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang).

c. Angin topan

Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju ke kawasan bertekanan rendah.

Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan suhu udara yang mencolok. Serangan angin topan bagi negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan Atlantik merupakan hal yang biasa terjadi. Bagi wilayah-wilayah di kawasan California, Texas, sampai di kawasan Asia seperti Korea dan Taiwan, bahaya angin topan merupakan bencana musiman. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain disebabkan oleh adanya gejala pemanasan global.

Bahaya angin topan bisa diprediksi melalui foto satelit yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi, termasuk gambar terbentuknya angin topan, arah, dan kecepatannya. Serangan angin topan (puting beliung) dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dalam bentuk:

1) Merobohkan bangunan.

2) Rusaknya areal pertanian dan perkebunan.

3) Membahayakan penerbangan.

4) Menimbulkan ombak besar yang dapat menenggelamkan kapal.

2. Kerusakan Lingkungan Hidup karena Faktor Manusia

Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.

Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain:

a. Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.

b. Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.

c. Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.

Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:

a. Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan).

b. Perburuan liar.

c. Merusak hutan bakau.

d. Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.

e. Pembuangan sampah di sembarang tempat.

f. Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).

g. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

AWAL KEPRAMUKAAN DI INDONESIA




Masa Hindia Belanda

Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai saham besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan berkembangnya pendidikan kepramukaan nasional Indonesia. Dalam perkembangan pendidikan kepramukaan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.

Organisasi kepramukaan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandse Padvinders Organisatie" (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta kemudian berganti nama menjadi "Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging" (NIPV) pada tahun 1916. 

Organisasi Kepramukaan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah "Javaanse Padvinders Organisatie" (JPO); berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.

Kenyataan bahwa kepramukaan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang pada 1920 berganti nama menjadi "Hisbul Wathon" (HW); "Nationale Padvinderij" yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat Islam Afdeling Padvinderij" yang kemudian diganti menjadi "Syarikat Islam Afdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietishe Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.

Hasrat bersatu bagi organisasi kepramukaan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia" merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.

Federasi ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).

PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada bulan April 1938.

Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepramukaan Indonesia baik yang bernafas utama kebangsaan maupun bernafas agama. kepramukaan yang bernafas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernafas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathon, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katholik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).

Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.

Masa Bala Tentara Dai Nippon

"Dai Nippon" ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepramukaan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepramukaan tetap menyala di dada para anggotanya. 

Masa Republik Indonesia

Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepramukaan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepramukaan untuk seluruh bangsa Indonesia dan segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia.

Kongres yang dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.

Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).

Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepramukaan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950.

Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.

Mungkin agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepramukaan menga-dakan konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.

Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepramukaan sedunia

Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepramukaan putera, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.

Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta. Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepramukaan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.

Seminar Tugu ini meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".

Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.

Nah, masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.

KELAHIRAN GERAKAN PRAMUKA

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960. Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.

Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).

Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.

Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu. 

Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Kelahiran Gerakan Pramuka Kelahiran

Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :

1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA

• Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.

• Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.

2. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.

Gerakan Pramuka Diperkenalkan

Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.

Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian. Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang. Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.

Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari. Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.

Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.

Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.

Sumber : http://www.pramuka.or.id


Template by : kendhin x-template.blogspot.com