Lho, masalah lingkungan kan sudah jadi tanggung jawab pemerintah. Kita kan sudah bayar pajak, retribusi dan macam-macam pungutan. Masa kita lagi yang harus melakukan perbaikan kondisi lingkungan. Sudah gitu kan sekarang pemerintah sudah dapat dana milyaran rupiah tuh, tapi sampai sekarang mana ada usaha pemerintah untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sini.
Demikian sekilas perbincangan beberapa orang ketika berbicara tentang kondisi lingkungan hidup yang ada di sekitarnya.
Berbeda ketika suatu kondisi pertemuan yang dihadiri oleh para staf pemerintahan, diluar rapat formal pemerintahan, namun juga membicarakan tentang sebuah upaya memperbaiki kondisi lingkungan hidup. Kita ini susah juga. Kita hanya bawahan, nggak bisa berbuat banyak. Semuanya tergantung yang diatas (baca: atasan). Kita sudah usulkan program untuk itu. Selain itu, kita juga sudah usulkan agar program dilaksanakan berdasarkan keinginan masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat. Tapi susahlah, usulan kita nggak pernah diperhatikan.
Dan di satu semiloka yang diadakan oleh Organisasi Non Pemerintah (Ornop) di satu daerah di Kalimantan Timur, di saat memberikan kata sambutan, sang pimpinan daerah dengan tegas menyatakan, Kota kita ini sudah memprogramkan kegiatan untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang melibatkan partisipasi masyarakat. Melibatkan masyarakat dalam program pembangunan kan sudah jadi kewajiban bagi pemerintah. Ini sesuai dengan visi dan misi daerah kita, bahwa daerah kita ingin menjadi daerah yang berwawasan lingkungan dan melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh.
Di atas adalah tiga bagian yang bila dilihat adalah sangat kontradiktif dan saling memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi dimana masyarakat merasa sudah menyerahkan tanggung jawab perbaikan kondisi lingkungan hidup pada pemerintah dikarenakan masyarakat telah merasa menginvestasikan uangnya bagi pemerintah melalui pajak, retribusi dan berbagai pungutan yang telah menguras sebagian kekayaan mereka. Sementara disisi staf pemerintah menyatakan sudah berupaya membuat program, namun terkendala dari sisi persetujuan program oleh atasan mereka. Dan disisi pemegang kebijakan daerah (pimpinan daerah) dengan semangat membara mengatakan bahwa mereka sudah memiliki komitmen yang kuat dalam dua hal, yaitu lingkungan hidup yang baik dan sehat serta partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
Namun itulah kondisi yang terjadi di beberapa wilayah di Kalimantan Timur ini. Amatlah sangat masuk akal bila ternyata kondisi lingkungan hidup di Kalimantan Timur ternyata tidak semakin membaik dan malah semakin memburuk kondisinya. Masyarakat enggan untuk bertanggung jawab, aparat pemerintahan selalu gagal mempengaruhi pemegang kebijakan, dan sang pemegang kebijakan merasa telah melakukan sesuatu.
Sedikit mengabaikan kondisi di dunia nyata tersebut, mulailah kita melihat pada satu sisi yang sebenarnya paling memungkinkan bila ingin melihat sebuah kondisi perbaikan lingkungan hidup, terutama di wilayah Kalimantan Timur.
Pertama, Kalimantan Timur yang ternyata adalah salah satu propinsi yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dan merupakan ladang pengurasan bagi sumbangan pendapatan negara yang sangat besar di Indonesia. Namun selama ini dari sisi pendapatan yang diperoleh dari sumberdaya alam tidak seimbang dengan imbalan yang diterima oleh alam yang berasal dari pendapatan yang telah menguras habis isi alam tersebut. Taruhlah sebuah hitungan sederhana bahwa Kalimantan Timur sejak sebelum jaman penjajahan telah menjadi penghasil minyak bumi, kemudian diikuti penghasilan dari gas alam, batu bara serta emas dan beraneka ragam barang tambang lainnya, serta Kalimantan Timur telah menjadi lading pengerukan emas hijau (kayu) sejak puluhan tahun yang lalu. Kondisi tersebut ternyata tidaklah dibarengi sebuah upaya menjaga keberadaan sumberdaya alam serta perbaikan terhadap kondisi ekologis kawasan yang telah diobrak-abrik untuk diambil manfaatnya. Lihat saja saat ini begitu banyak danau-danau baru di Kalimantan Timur yang sebelumnya tidak ada di peta, diakibatkan dari pertambangan emas dan batu bara. Juga sudah mulai banyak padang ilalang dan gurun pasir di beberapa kawasan akibat dari diambilnya pohon-pohon yang ada di atasnya. Dan semua itu ternyata berakumulasi pada sebuah penderitaan bagi rakyat yang kemudian telah lama berada di sekitar kawasan namun selalu terbungkam mulutnya, terbutakan matanya dan ditulikan telinganya dari berbagai pengrusakan yang terjadi di sekitar mereka. Sungai Mahakam yang semakin hari semakin dangkal dan keruh, serta memberikan kontribusi banjir besar di setiap tahunnya. Ditambah dengan berjuta bakteri dan racun baru yang mau tidak mau diserap oleh tubuh ceking rakyat di sekitar kawasan eksploitasi akibat tidak ada pilihan untuk sekedar melepas dahaga. Sementara dilain sisi, sumber karbohidrat pun semakin sukar untuk diperoleh diakibatkan semakin menyempitnya lahan pangan rakyat. Sebuah ungkapan sederhana yang terungkap dari birokrat di sektor lingkungan hidup saat ada rapat koordinasi antar mereka, ternyata setiap wilayah di Kalimantan Timur menganggarkan kurang dari 5% dari APBD mereka untuk sektor lingkungan hidup. Ini semakin menunjukkan bahwa sebenarnya komitmen pemerintahan daerah di Kalimantan Timur untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di wilayahnya memang hanya sebuah upaya pembohongan terhadap rakyat.
Kedua, partisipasi masyarakat, pelibatan masyarakat, peran serta masyarakat dalam pembangunan yang selalu berdengung ketika sambutan, pidato atau wawancara para pejabat, ternyata hanyalah sebuah lip stick pemanis bibir dan upaya-upaya penipuan terselubung bagi rakyat. Kata-kata itu tidaklah terimplementasikan dengan baik ketika proses di lapangan sedang terjadi. Satu contoh sederhana adalah ketika Dana Alokasi Khusus-Dana Reboisasi (DAK-DR) Kalimantan Timur yang berjumlah lebih dari 190 milyar rupiah mengucur dan mulai berjalan pelaksanaannya, proses-proses pengikutsertaan masyarakat dalam tahapan perencanaan apalagi pelaksanaan tidaklah berjalan dengan baik. Alasan yang selalu terpakai adalah bahwa sudah ada konsultan dan LSM yang melakukan pengkajian di dalam tahapan proses tersebut. Akhirnya yang terjadi adalah penolakan masyarakat untuk kegiatan program tersebut karena dikhawatirkan malah akan menjadikan pengambil alihan secara paksa lahan masyarakat. Proses partisipasi masyarakat yang terjadi barulah pada sebuah tahapan dasar dari sebuah makna partisipasi, sementara masyarakat juga tetap tidak bisa mengaktualisasikan keinginannya dikarenakan adanya batasan-batasan keras di pemerintahan yang tidak mungkin dilanggar.
Ketiga, dari sekian banyak permasalahan yang terjadi, ternyata yang paling sering terjadi adalah sebuah ketidaksinkronan dan ketidak akuran sektor-sektor pembangunan yang sedang berjalan serta diperparah dengan masih belum padunya kegiatan dalam satu kawasan ekologis. Contoh sederhana bila melihat sebuah dokumen APBD Kota Samarinda Tahun 2002 adalah begitu banyaknya program penanggulangan banjir yang ternyata benar-benar tidak masuk akal dan terlihat tidak adanya sebuah keterkaitan antara satu instansi dengan instansi lainnya. Disana terlihat jelas bahwa ada program relokasi, resettlement, normalisasi, pembuatan kolam pengendali banjir, yang kesemuanya terlihat tumpang tindih dan tidak belajar dari pengalaman masa lalu. Bisa jadi ketika dibangun kembali kolam pengendali banjir di kawasan tersebut malah akan menjadi sumber banjir yang baru, seperti yang terjadi di kolam pengendali banjir di kawasan voorfo.
Keempat, hingga saat ini ternyata kita semua telah terbutakan dari penglihatan terhadap kondisi lingkungan hidup di sekitar kita, kita telah tertulikan dengan ocehan-ocehan dan cemoohan terhadap semakin memburuknya kondisi lingkungan hidup di sekitar kita, serta ternyata kita telah dibungkam sehingga tidak mampu berkata lagi bahwa memang kondisi lingkungan hidup kita semakin memburuk.
Melihat berbagai kenyataan dan kondisi tersebut yang ternyata akan memberikan dampak kurang baik bagi diri kita dan juga bagi mereka yang hidup lebih lama dari kita, maka sudah selayaknyalah untuk lebih egois dan individualis dalam sebuah upaya memperbaiki dan mengajak banyak pihak untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di rumah kita, di sekitar rumah kita dan di lingkungan sekitar kita.
Pemerintah yang jelas-jelas tidak bisa diharapkan lagi dalam upaya memperbaiki lingkungan hidup, sebaiknya dilupakan sejenak. Mulailah melakukan sebuah upaya sederhana dalam memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang tentunya akan memberikan manfaat besar bagi diri kita dan bagi mereka yang hidup setelah kita.
Upaya sederhana yang mungkin dan bisa terlakukan diantaranya adalah:
Memulai sebuah pola hidup ramah lingkungan bagi diri kita dan bagi keluarga kita. Pola hidup ramah lingkungan tersebut diantaranya adalah dengan mengelola limbah rumah tangga menjadi termanfaatkan kembali sehingga tidak membebani pekerja sektor persampahan. Dan yang menarik untuk dilakukan adalah untuk mulai menanam pepohonan (baik pohon buah maupun pohon hutan khas Kalimantan) di lahan pekarangan sehingga kita akan memiliki cadangan udara bersih, cadangan pangan dan cadangan kayu untuk kepentingan generasi kita berikutnya.
Meyakinkan bahwa diri kita tidak melakukan tindakan-tindakan yang berakibat pada perburukan kondisi lingkungan hidup di sekitar kita. Tindakan sederhana yang mungkin dilakukan untuk bagian ini adalah dengan tidak menempatkan sampah di selokan, sungai ataupun tempat-tempat lainnya yang dapat mengganggu kenyamanan bagi orang lain. Ataupun dengan mulai mengurangi sumber polusi dari diri kita, semisal dengan tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus, karena plastik merupakan barang yang sangat sukar terurai. Kemudian juga bisa dilakukan dengan mulai tidak mengeluarkan banyak asap, baik dari diri, kendaraan, maupun dengan melakukan tindakan pembakaran yang dipandang masih dapat menggunakan cara lainnya. Ataupun dengan selalu merasa bersalah bila telah menebang pohon tanpa ijin karena ternyata dengan menebang pohon berarti telah menghilangkan kesempatan orang lain untuk bernapas dengan udara yang bersih.
Mengajak keluarga, tetangga dan masyarakat di sekitar kita dan yang kita jumpai untuk mulai menerapkan apa yang telah kita lakukan serta mengajak untuk memulai memperbaiki lingkungan hidup dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang memperburuk kondisi lingkungan hidup di sekitar kita.
Peran dan posisi pemerintah yang kita lupakan tadi tinggallah memberikan sebuah pembelajaran bagi masyarakat bagaimana supaya masyarakat tahu, paham dan sadar tentang sebuah pola hidup ramah lingkungan, tidak melakukan upaya pemburukan kondisi lingkungan serta mengajak banyak pihak untuk melakukan hal tersebut secara bersama. Sehingga beban yang selama ini tertimpakan ke pemerintah akan diambil alih oleh masyarakat yang tentunya dengan sebuah kondisi bahwa pemerintah mengurangi pungutan-pungutan terhadap aktivitas yang sebenarnya telah dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, sehingga sebenarnya pemerintah tidak lagi memerlukan pungutan tersebut untuk kegiatan dan aktivitasnya.
Metode yang paling memungkinkan dan memudahkan agar pemerintah bisa melakukan upaya-upaya pencapaian masyarakat yang tahu, paham dan sadar tentang pola hidup ramah lingkungan adalah melalui media pendidikan melalui jalur formal, informal maupun non formal, dialog publik, media keagamaan, maupun media informasi publik, yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan dan dikerjakan secara bersama dengan berbagai komponen masyarakat.
Sehingga sebuah harapan ketika tahun ini Hari Lingkungan Hidup diperingati adalah sebuah tonggak janji dalam diri dari berbagai pihak untuk mulai berpikir dan bertindak bagi sebuah upaya perbaikan bagi lingkungan hidup di sekitar kita. Sudah saatnya kita tidak lagi terbutakan, tertulikan dan terbungkamkan terhadap kondisi lingkungan hidup sekitar kita yang semakin hari semakin memburuk kondisinya.
Minggu, 11 Juli 2010
Perbaikan Lingkungan Hidup
Diposting oleh wujudkan rramuka yang mandiri di 21.07
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar